22 April 2008

Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hierarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek klien yang berhubungan dengan perilaku agresif.

Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat:

  • Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien

  • Mengkaji perilaku klien yang berpotensi kekerasan

  • Mengembangkan suatu perencanaan

  • Mengimplementasikan perencanaan

  • Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi


Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus:

    1. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga kesehatan

    2. Beritahu ketua tim

    3. Bila perlu, minta bantuan keamanan

    4. Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu

    5. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.


Perilaku yang berhubungan dengan agresi:

Agitasi motorik: bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas motorik tiba-tiba (katatonia).

Verbal: mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian, bicara keras-keras, menunjukkan adanya delusi pikiran paranoid.

Afek: marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang, euphoria tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.

Tingkat kesadaran: bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.

Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memenej perilaku agresif. Intervensi dapat melalui Rentang Intervensi Keperawatan.



Strategi preventif: Kesadaran diri, Pendidikan klien, Latihan asertif.

Strategi antisipaatif: komunikasi, Perubahan lingkungan, Tindakan perilaku, Psikofarmakologi

Strategi pengurungan: Managemen kritis, Seclusion, Restrain


  • Kesadaran Diri

Perawat harus menyadari bahwa stres yang dihadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus-menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.

  • Pendidikan Klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengomunikasikannya semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.

  • Latihan Asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat:

  • Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.

  • Mengatakan ‘tidak’ untuk sesuatu yang tidak beralasan

  • Sanggup melakukan komplain

  • Mengekspresikan penghargaan dengan tepat

  • Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif:

  • Bersikap tenang

  • Bicara lembut

  • Bicara tidak dengan cara menghakimi

  • Bicara netral dan dengan cara yang konkrit

  • Tunjukkan respek pada klien

  • Hindari intensitas kontak mata langsung

  • Demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan

  • Fasilitasi pembicaraan klien

  • Dengarkan klien

  • Jangan terburu-buru menginterpretasikan

  • Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati.

  • Perubahan Lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

  • Tindakan Perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.

  • Psikofarmakologi

Antianxiety dan Sedative-Hipnotics. Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk symptom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat anxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia, dan developmental disability.

Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.

Mood Stabilizers, penelitian menunjukkan bahwa pemberian Lithium efektif untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.

Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEGs (electroenchephalograms).

Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan.

Medikasi lainnya, banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone (antagonis opiat), dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers seperti Propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan gangguan mental organik.

  • Managemen Krisis

Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:

  1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggung jawab selama 24 jam.

  2. Bentuk tim krisis. Meliputi dokter, perawat, dan konselor.

  3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien.

  4. Jauhkan klien lain dari lingkungan.

  5. Lakukan pengekangan, jika memungkinkan.

  6. Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.

  7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.

  8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan unhtuk kerja sama.

  9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi keselamatan klien dan timnya.

  10. Berikan obat jika diinstruksikan.

  11. Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien.

  12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis.

  13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat.

  14. Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan.

    • Seclusion

Pengekangan Fisik

Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).

Jenis pengekangan mekanik:

  • Camisoles (jaket pengekang)

  • Manset untuk pergelangan tangan

  • Manset untuk pergelangan kaki

  • Menggunakan sprei

Indikasi pengekangan:

    1. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain

    2. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan

    3. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien untuk istirahat, makan, dan minum

    4. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.


Pengekangan dengan sprei basah atau dingin

Klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan sprei dan selimut. Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenangkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.


Intervensi Keperawatan

  1. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat tidur yang tahan air

  2. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit tidak saling bersentuhan

  3. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut

  4. Amati klien dengan konstan

  5. Pantau suhu, nadi, dan pernafasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna, buka pengekangan

  6. Berikan cairan sesering mungkin

  7. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang

  8. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan

  9. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam

  10. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.


Restrain

Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan institusi.


Isolasi

Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.

Indikasi penggunaan:

  • Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pengendalian yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan.

  • Reduksi stimulus lingkuyngan, terutama jika diminta oleh klien.


Kontraindikasi

  • Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik

  • Risiko tinggi untuk bunuh diri

  • Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori

  • Hukuman



Evaluasi

Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi perilaku klien. Di bawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang positif:

  1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien

  2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut

  3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang lain

  4. Buatlah komentar yang kritikal

  5. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda

  6. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi perasaan marahnya

  7. Mampu mentoleransi rasa marahnya

  8. Konsep diri klien sudah meningkat

  9. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.


(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung)

Tidak ada komentar: