23 April 2008

ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS

I. Tinjauan
Definisi
Krisis adalah reaksi berlebihan terhadap situasi yang mengancam saat kemampuan menyelesaikan masalah yang dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan psikologis

Jenis krisis

  • Krisis perkembangan terjadi sebagai respons terhadap transisi dari satu tahap maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (misalnya., beranjak dari manja ke dewasa).
  • Krisis situasional terjadi sebagai respons terhadap kejadian yang tiba-tiba dan tidak terduga dalam kehidupan seseorang. Kejadian tersebut biasanya berkaitan dengan pengalaman kehilangan (misalnya., kematian orang yang dicintai).
  • Krisis adventisius terjadi sebagai respons terhadap trauma berat atau bencana alam. Krisis ini dapat memengaruhi individu, masyarakat, bahkan negara.
Intervensi krisis
adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yang tertimpa krisis, di mana masalah yang membutuhkan penanganan yang cepat dapat segera diselesaikan dan keseimbangan psikis yang dipulihkan.
Pertimbangan Umum
  1. krisis terjadi pada semua individu pada satu saat atau saat yang lain.
  2. Krisis tidak selalu bersifat patologis; krisis dapat menjadi stimulus pertumbuhan dan pembelajaran.
  3. Krisis sangat terbatas dalam hal waktu dan biasanya teratasi dengan satu atau lain cara dalam periode yang singkat (4 sampai 6 minggu).
    Penyelesaian krisis dapat dikatakan berhasil bila fungsi kembali pulih atau ditingkatkan melalui pembelajaran baru. Penyelesaian krisis dinyatakan gagal bila fungsi tidak kembali pulih ke tingkat sebelum krisis, dan individu mengalami penurunan tingkat fungsional.
  4. Persepsi individu terhadap masalah yang dihadapi dapat menentukan krisis. Setiap individu memiliki respons yang unik terhadap masalah yang dialaminya.
  5. Faktor penyeimbang merupakan hal yang penting dalam memprediksi hasil dari respons individu terhadap krisis. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai prediktor hasil yang baik (Aguilera, 1998).
    - Persepsi terhadap kejadian pencetus bersifat realistis bukan terdistorsi.
    - Dukungan situasional (misalnya., keluarga, teman) tersedia bagi individu tersebut.
    - Mekanisme koping yang mengurangi ansietas.
  6. Urutan perkembangan krisis
    – Periode prakrisis: individu memiliki keseimbangan emosional.
    – Periode krisis: individu memiliki pengalaman subjektif berupa kekecewaan, gagal melakukan mekanisme koping yang biasa, dan mengalami berbagai gejala.
    – Periode pascakritis: resolusi krisis

Jenis krisis
Perkembangan (maturasi): Mulai sekolah, Pubertas, Lulus sekolah, Menikah, Melahirkan anak, Anak-anak meninggalkan rumah, pensiun .
Situasional: Bercerai, Kematian, Kehilangan pekerjaan, Kegagalan akademik, Diagnosis penyakit serius .
Adventisius: Banjir, Gempa bumi, Perang, Kejahatan dengan kekerasan, Perkosaan, Pembunuhan, Penculikan, Tindakan teroris.

Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis
Gejala Fisik:
Keluhan somatik (mis., sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit)
Gangguan nafsu makan (mis., peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan)
Gangguan tidur (mis., insomnia, mimpi buruk)
Gelisah; sering menangis; iritabilitas

Gejala Kognitif
Konfusi sulit berkonsentrasi
Pikiran yang kejar mengejar
Kewtidakmampuan mengambil keputusan

Gejala Perilaku
Disorganisasi
Impulsif ledakan kemarahan
Sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa
Menarik diri dari interaksi sosial

Gejala Emosional
Ansietas; marah, merasa bersalah
Sedih; depresi
Paranoid; curiga
Putus asa; tidak berdaya

Intervensi Krisis
a. Bantuan

Bantuan untuk individu yang mengalami krisi meliputi konseling melalui telepon, hotlines, dan konseling krisis singkat (1 sampai 6 sesi).
Bantuan untuk kelompok atau komunitas yang mengalami krisis.
- Tim bantuan krisis
Tim interdisipliner inimemberikan layanan bagi kelompok atau komunitas yang mengalami kejadian krisis tertentu.
- Tim bantuan bencana
Tim ini memiliki rencana yang terorganisir untuk membantu segmen-segmen besar populasi yang terkena bencana alam.
- Konseling stres akibat krisis
Bantuan ini ditujukan untuk kelompok profesional, seperti petugas rumah sakit, polisis dan pemadam kebakaran, yang terlibat dalam situasi krisis.

b. Peran perawat
Perawat memberikan layanan langsung pada orang-orang yang mengalami krisis da bertindak sebagai anggota tim intervensi krisis (ANA, 1994).
Perawat di lingkungan rumah sakit akut dan kronik membantu individu dan keluarga berespons terhadap krisis penyakit yang serius, hospitalisasi, dan kematian.
Perawat di lingkunagn masyarakat (mis., kantor, klinik rumah, sekolah, kantor) memnerikan bantuan pada individu dan keluarga yang mengalami krisis situasional dan perkembangan.
Perawat yang bekerja dengan sekelompok klien tertentu harus mengantisipasi situasi dimana krisis dapat terjadi.
- Keperawatan ibu dan anak. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kelahiran bayi prematur atau lahir mati, keguguran dan lahir abnormal.
- Keperawatan pediatrik. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti awitan penyakit serius, penyakit kronis atau melemahkan, cedera traumatik, atau anak menjelang ajal.
- Keperawatan medikal-bedah. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti diagnosis penyakit serius, penyakit yang melemahkan, hospitalisasi karena penyakit akut atau kronis, kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kematian dan menjelang ajal.
- Keperawatan gerontologi. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti kehilangan kumulatif, penyakit yang melemahkan, ketergantungan, dan penempatan di rumah perawatan.
- Keperawatan darurat. Perawat harus mengantisispasi krisis seperti trauma fisik, penyakit akut, krisis perkosaan, dan kematian.
- Keperawatan psikiatri. Perawat harus mengantisipasi krisis seperti hospitalisasi akibat penyakit jiwa, stressor kehidupan karena sakit jiwa yang serius, dan bunuh diri.
Perawat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain untuk membantu individu mengatasi situasi krisis.


c. Prinsip intervensi krisis
1. Tujuan intervensi krisis adalah mengembalikan individu ke tingkat fungsi sebelum krisis.
2. Penekanan intervensi ini adalah memperkuat dan mendukung aspek-aspek kesehatan dari fungsi individu.
3. Dalam intervensi krisis, pendekatan pemecahan masalah digunakan secara sistematis (serupa dengan proses keperawatan), yang meliputi:
a. mengkaji persepsi individu terhadap masalah, serta mengkaji: kelebihan dan kekurangan sistem pendukung individu dan keluarga.
b. Merencanakan hasil yang spesifik dan tujuan yang didasarkan pada prioritas.
c. Memberikan penanganan langsung(mis., menyediakan rumah singgah bila klien diusir rumah, merujuk klien ke ”rumah perlindungan” bila terjadi penganiyaan oleh suami atau istri).
d. Mengevaluasi hasil dari intervensi.
4. Hierarki Maslow. Kerangka kerja hierarki Maslow tentang kebutuhan dapat membantu menentukan prioritas intervensi.
a. Sumber daya fisik diperlukan untuk bertahan hidup (mis., makanan, rumah singgah, keselamatan).
b. Sumber daya sosial diperlukan untuk mendapatkan kembali rasa memiliki (mis., dukungan keluarga, jaringan kerja sosial, dukungan komunitas).
c. Sumber daya psikologis diperlukan untuk mendapatkan kembali harga diri (mis., penguatan yang positif, pencapaian tujuan).
5. Petugas intervensi krisis. Peran petugas intervensi krisis mencakup berbagai fungsi beriut ini.
a. Membentuk hubungan dan mengomunikasikan harapan serta optimisme.
b. Melaksanakan peran yang aktif dan mengarahkan, bila perlu.
c. Memberikan anjuran dan alternatif (mis., membuat rujukan ke lembaga yang tepat, seperti lembaga kesejahteraan anak atau klinik medis).
d. Membantu klien memilih alternatif.
e. Bekerja sama dengan profesional lain untuk mendapatkan layanan dan sumber daya yang diperlukan klien.

Tinjauan Proses Keperawatan
Intervensi Krisis


A. Pengkajian

  1. Identifikasi kejadian pencetus dam situasi krisis
  2. Tentukan persepsi klien tentang krisis yang dihadapi, meliputi kebutuhan utama yang terancam krisis, tingkat gangguan hidup, dan gejala-gejala yang dialami klien.
  3. Tentukan faktor-faktor penyeimbang yang ada, meliputi apakah klien memiliki persepssi yang realistis terhadap krisis yang terjadi, dukungan situasional (mis, keluarga, teman, sumber daya finansial, sumber daya spiritual, dukungan masyarakat), dan penggunaan mekanisme koping.
  4. Identifikasi kelebihan klien
  • Apa yang terjadi pada Anda? = Persepsi individu terhadap hal yang terjadi (realistik atau terdistorsi)
  • Apa yang Anda pikir dan rasakan? = Gejala kognitif atau emosional atas apa yang terjadi.
  • Apakah Anda mengalami gejala fisik atau perubahan prilaku Anda yang biasanya? = Gejala fisik, prilaku
  • Apakah Anda sudah pernah mengalami hal yang serupa dengan kejadian ini dalam hidup Anda? Kalau ya, bagaimana Anda melakukan koping pada saat itu ? = Pengalaman di masa lalu tentang krisis dan koping yang digunakan
  • Menurut Anda apa yang menjadi kelebihan pribadi Anda? = Pengakuan individu atas kelebihannya
  • Siapa yang Anda rasa sangat banyak membantu atau mendukung Anda? = Sistem pendukung dalam hidup Anda
  • Apa yang telah Anda coba selama ini untuk mengatasi krisis tersebut ? = Penggunaan tindakan koping dalam situasi saat ini.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Analisis
a. Analisis persepsi unik klien terhadap krisis dan kejadian pencetusnya.
b. Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukungan pribadi, sosial dan lingkungan klien.
c. Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis, seperti keluarga klien, jaringan kerja sosial, dan masyarakat.

2. Diagnosis Keperawatan.

Tentukan diagnosa keperawatan spesifik untuk klien, keluarga, masyarakart, atau gabungan dari itu, termasuk, namun tidak terbatas pada yang berikut ini :
a. Gangguan citra tubuh
b. Ketegangan peran pemberi asuhan
c. Koping komunitas tidak efektif
d. Koping individu tidak efektif
e. Penyangkalan tidak efektif
f. Koping keluarga : potensi untuk pertumbuhan
g. Disfungsi berduka
h. Respon pasca trauma
i. Ketidakberdayaan
j. Sindrom trauma perkosaan
k. Perubahan kinerja peran
l. Distres spiritual
m. Resiko kekerasan pada diri sendiria/orang lain

C. Perencanaan dan Identifikasi Hasil
1. Bantu klien,keluarga, masyarakat, atau gabungan dari itu, dalam menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis untuk pemulihan seperti sebelum krisis.
2. Tentukan kriteria hasil yang diinginkan untuk klien, kelurga, masyarakat, atau gabungan dari itu. Individu yang mengalami krisis akan :
a. Mengungkapkan secara verbal arti dari situasi krisis
b. Mendiskusikan pilihan –pilihan yang ada untuk mengatasinya.
c. Mengidentifikasi sumber daya yang ada yang dapat memberikan bantuan
d. Memilih strategi koping dalam menghadapi krisis
e. Mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi krisis.
f. Menjaga keselamatan bila situasi memburuk

D. Implementasi
1. Bentuk hubungan dengan mendengarkan secara aktif dan menggunakan respon empati.
2. Anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu kien mengutarakan pikiran dan perasaannya.
3. Dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping.
4. Gunakan pendekatan pemecahan masalah.
5. Lakukan intervensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
a. Kenali tanda-tanda bahaya akan adanya kekerasan terhadap diri sendiri.(mis ; klien secara langsung mengatakan akan melakukan bunuh diri, menyatakan secara tidak langsung bahwa ia merasa kalau orang lain akan lebih baik jika ia tidak ada, atau adanya tanda-tanda depresi)
b. Lakukan pengkajian tentang kemungkinan bunuh diri
c. singkirkan semua benda yang membahayakan dari tempat atau sekitar klien.
d. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan jiwa untuk menentukan apakah hospitalisasi perlu dilakukan atau tidak.

E. Implementasi untuk klien yang marah atau melakukan kekerasan
1. Lakukan intervensi dini untuk mencegah klien melakukan kekerasan terhadap orang lain.
a. Kenali tanda-tanda verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; berteriak, berbicara cepat, menuntut perhatian, pernyataan-pernyataan agresif)
b. Kenali tanda-tanda non verbal adanya peningkatan rasa marah (mis; rahang dikencangkan, postur tubuh menegang, tangan dikepalkan, berjalan mondar-mandir).
2. Lakukan beberap tindakan untuk mengurangi kemarahan klien.
a. Jawab pertanyaan dan tuntutan klien dengan informasi faktual dan sikap yang mendukung serta meyakinkan.
b. Berikan respon terhadap ansietas, marah dan frustasi yang dirasakannya. Sebagai contoh : Perawat dapat mengatakan ”Tampaknya Anda merasa frustasi karena tidak dapat pulang ke rumah sesuai keinginan Anda.”]
c. Biarkan klien mengeluarkan kemarahannya secara verbal, tunjukan bahwa perawat menerima kemarahan ayng diperlihatkannya.
d. Jangan membela atau membenarkan perilaku anda sendiri ataupun perilaku orang lain. (mis., anggota tim pengobatan, kebijakan Rumah Sakit).
e. Pantau bahasa tubuh anda sendiri, gunakan postur yang rileks dengan kedua tangan bergantung santai disamping tubuh.
f. Berikan kontrol pada klien terhadap situasi masalah dengan menawarkan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah.
3. Berespons terhadap perilaku klien
a. Lindungi diri anda sendirindengan berdiri diantara klien dan pintu keluar sehingga memungkinkan anda mudah untuk melarikan diri.
b. Lindungi orang lain dengan menginstruksikan mereka untuk meninggalkan tempat.
c. Ikuti protokol lembaga, gunakan kode khusus untuk menghadapi kekerasan jika ada.
4. Gunakan prinsip-prinsip penatalaksanaan kode kekerasan bila diperlukan (mis., bila klien mengancam akan melukai, klien yang lain atau anggota staf atau jika klien melempar barang-barang atau merusak perabotan).
a. Pastikan untuk dilakukannya unjuk kekuatan (minimal lima staf).
b. Tugaskan satu anggota tim sebagai ketua, yang akan berinteraksi dengan klien dan arahkan respons tim.
c. Ketua tim berdiri di depan, sedangkan yang lain berdiri di belakangnya dalam dua atau tiga barisan.
d. Bila diperlukan restrain fisik, ketua tim akan memutuskan siapa yang akan memegang kaki dan tangan, dan siapa yang akan memegang kepala (agar tidak digigit).
e. Tim bertindak sebagai satu kesatuandan melakukan penaklukan yang lancardan tenang.
f. Lakukan latihan dimana jika teknik-teknik ini dilakukan dapat memastikan keamanan dan menghindarkan klien dan staf dari cedera.

F. Evaluasi hasil
Perawat menggunakan kriteria hasil yang spesifik dalam menentukan efektifitas implementasi keperawatan.
Keselamatan klien, keluarga, dan masyarakat dapat dipertahankan sebagai hasil dari intervensi yang adekuat terhadap ekspresi perilaku yang tidak terkendali.
Klien mengidentifikasi hubungan antara stresor dengan gejalayang dialami selama krisis.
Klien mengevaluasi solusi yang mungkin dilakukan untuk mengatasi krisis.
klien memilih berbagai pilihan solusi.
Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atau memperbaikisituasi atau perilaku.

DAFTAR PUSTAKA
(Sumber: Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3. Jakarta: EGC.)

Tidak ada komentar: